Utang Mantan Kepala Desa Jadi Modal Kuliah

Utang Mantan Kepala Desa
Ilustrasi|mediadelegasi

HINGGA tamat Madrasah Aliyah Swasta, Nisa benar-benar tidak sempat mengenal cinta apalagi asmara. Di pikirannya bagaimana bisa kuliah. Meski di usia pubertas, Nisa bukan hanya dilirik para pria teman sekolahnya, anak muda desa tak sedikit mencari perhatian Nisa, termasuk guru muda di sekolahnya.

Nisa menyadari, sebagai anak yang tak berada harus lebih memburu cita-citanya, merubah marwah keluarga lebih baik dari sediakala. Jelang tamat dari Aliyah, Nisa mendapat undangan untuk kuliah di kota. Harapan nyata membuka jalan menggapai cita-citanya sebagai pengacara.

Meski begitu, Nisa sulit percaya kalau dia bisa kuliah. Undangan yang diperoleh Nisa dari madrasah dia sampaikan kepada orangtuanya. Namun itu justru membuat ayah dan emaknya bingung dan hanya membisu tanpa bahasa. “Bagaimana nanti kelangsungan pembiayaan kuliahmu, dengan kondisi keuangan keluarga kita yang pas-pasan. Belum lagi biaya adik-adikmu yang juga harus terus sekolah, paling tidak mereka juga harus tamat SMA,” sebut ayahnya bagai menyesali ketidakmampuan keluarga.

Bacaan Lainnya

Emaknya juga tidak sanggup bicara, hanya melantun kata. “Kalau Tuhan mengizinkannya, Nisa pasti bisa kuliah, percaya sajalah,” ketus emaknya sambil menggiling kacang bumbu pecal jualannya.

Keseriusan Sang Ayah

Nisa merasa bergairah penuh asa. Pikirannya pun jauh menerawang menembus sebuah kota, suasana yang kerap dia saksikan dari layar televisi swasta milik tetangga. Kota, pasti ramainya luar biasa, apakah aku bisa hidup di sana, khayal Nisa mengarahkan biji matanya ke jendela.

BACA JUGA: Tak Kenal Facebook, Apalagi TikTok

Nisa menjawab sendiri pertanyaan yang melingkar di kepalanya. “Bisa”, sebut Nisa mengusik keseriusan ayahnya, tengah memilah-milah pupuk buah untuk padinya di sawah.

Nisa memaksa bibirnya untuk bicara. Meminta dukungan ayah dan emaknya mencarikan uang secukupnya sebagai modal berangkat kuliah ke kota. Ayah dan emaknya meminta waktu untuk memikirkan dan mencari caranya, karena mereka keluarga tak punya.

Tekad Nisa akhirnya berjawab juga. Meski padi sawah dengan pembagian panen yang tak seberapa harus menunggu dua bulan lagi lamanya, memberanikan ayahnya menemui dan meminjam uang kepada seorang pengusaha, mantan kepala desa.

Alasan untuk biaya awal Nisa kuliah ke kota, membuat pengusaha desa itu sedikit terhenyak dan memberikan kelonggaran pinjaman yang pembayarannya kapan saja bisa, tidak harus tergesa-gesa. Mantan kepala desa itu mengaku tulus membantu meminjamkan uang untuk pembiayaan Nisa, karena dua putranya malah tidak ada yang mau kuliah.

*Bersambung Sabtu Depan