Pencegahan Karhutla di Kawasan Danau Toba Tanggung Jawab Bersama

Pencegahan Karhutla di Kawasan Danau Toba Tanggung Jawab Bersama
Kebakaran hutan dan lahan di perbukitan Danau Toba, Kabupaten Samosir, beberapa waktu lalu. Foto: Ist

Medan-Mediadelegasi: Langkah antisipasi dan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) maupun menjaga kekayaan alam lainnya di kawasan Danau Toba adalah menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat sekitar, pemerintah dan segenap pemangku kepentingan (stakeholders).

Pendapat tersebut merupakan salah satu poin penting yang ditekankan para narasumber dalam acara panel diskusi virtual yang dikemas dalam acara podcast di kanal Youtube Mediadelegasi Medan, Selasa (20/9).

Panel diskusi virtual tersebut menghadirkan enam orang narasumber, yaitu Ketua Umum DPP Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT) St. Edison Manurung, SH, MM dan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr Haula Rosdiana.

Bacaan Lainnya

Empat narasumber lainnya, masing-masing Ketua DPW KMDT Prof. Dr Binari Manurung, Sekjen DPP KMDT Prof. Dr Sihol Situngkir, aktivis lingkungan hidup kawasan Danau Toba Sebastian Hutabarat dan Hakim Tinggi Papua Antonius Simbolon, SH,MA.

Dalam podcast wawancara bertajuk ‘Danau Toba Hijau Danau Toba Sehat’ yang dipandu Redaktur Pelaksana Mediadelegasi Maruli Agus Salim Siregar itu, Ketua Umum KMDT Edison Manurung menekankan bahwa penanganan kawasan strategis nasional itu diharapkan bisa lebih terencana dan komprehensif.

Hal tersebut mengingat pengelolaan Danau Toba turut menjadi wewenang tujuh kabupaten, yakni Simalungun, Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba Samosir dan Kabupaten Tapanuli Utara.

Namun, Edison menilai koordinasi antarpemerintah kabupaten di sekitar Danau Toba masih sangat lemah.

Bahkan, lanjutnya, masing-masing kepala daerah memiliki ego sektoral yang kadang justru ikut memperparah kondisi kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba.

“Saya meminta tujuh bupati se kawasan Danau Toba menghilangkan ego sektoral dan mengutamakan kerjasama yang terpadu dalam menjaga, merawat dan melestarikan lingkungan alam Danau Toba,” ujarnya.

Ketika ditanya bagaimana langkah kongkret KMDT mencegah kebakaran hutan dan lahan di perbukitan Danau Toba, Edison mengungkapkan bahwa pihaknya bersama segenap tokoh masyarakat, tokoh adat, jajaran instansi pemerintah serta dibantu jajaran TNI dan Polri akan mengoptimalkan kegiatan turun langsung ke masyarakat guna memberi edukasi dan pemahaman mengenai upaya mencegah kebakaran lebih dini.

KMDT sejak didirikan tahun 2019, menurut Edison,juga telah melakukan sejumlah aksi peduli lingkungan dan upaya penyelamatan ekosistem Danau Toba, diantaranya penaburan bibit ikan di perairan Danau Toba, termasuk belum lama ini melakukan penanaman kembali pohon di bekas lokasi kebakaran hutan yang dipusatkan di Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir.

Pernyataan hampir senada juga diungkapkan oleh Ketua DPW KMDT Provinsi Sumut Prof. Dr Binari Manurung.

Perlu dikaji
Menurut Guru Besar di bidang biologi Universitas Negeri Medan (Unimed) ini, bencana kebakaran yang melanda hutan dan lahan di kawasan pegunungan Danau Toba perlu dikaji secara mendalam.

Beberapa materi kajian itu meliputi, antara lain apa saja dampak buruk dari Karhutla dan sejauh mana pemahaman masyarakat setempat mengenai dampaknya terhadap fungsi ekosistem di daerah tangkapan air Danau Toba.

Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa kebakaran hutan dipastikan turut berimbas terhadap berkurangnya daerah tangkapan air di kawasan Danau Toba.

“Selama beberapa tahun terakhir, debit air Danau Toba terus surut dari 905 meter beberapa tahun lalu, kini menjadi 903 meter atau surut hingga mencapai dua meter,” ujarnya.

Untuk mengembalikan volume air Danau Toba, kata Binari, harus dilakukan replanting secara besar-besaran.

Sejalan dengan upaya itu, masyarakat setempat perlu diedukasi tentang bagaimana langkah kongkret yang dilakukan untuk mempertahankan fungsi dan kelestarian ekosistem Danau Toba.

Sedangkan narasumber lain, yakni Prof Dr Sihol Situngkir menekankan upaya pencegahan kebakaran hutan harus diutamakan dengan menyadarkan masyarakat.

“Kesadaran masyarakat adalah kunci keberhasilan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Danau Toba,” ucapnya.

Menanamkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mencegah Karhutla sesungguhnya harus dijadikan pekerjaan rumah yang diaktualisasikan melalui sosialisasi oleh setiap pemerintah kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba.

“Melalui sosialisasi yang baik dan benar, diharapkan akan tumbuh sense of belonging atau rasa memiliki untuk bahu membahu menjaga kelestarian hutan di wilayah itu,” ujar Sihol..

Hakim Tinggi Papua Antonius Simbolon, SH,MA yang juga putra kelahiran Samosir, mengingatkan bahwa kebakaran hutan rentan mengakibatkan hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan, hal ini dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir.

Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga mengakibatkan berkurangnya sumber air bersih dan bencana kekeringan, karena tidak ada lagi pohon untuk menampung cadangan air.

“Berdasarkan pengamatan saya, peristiwa kebakaran yang melanda perbukitan Danau Toba sejak dulu sampai sekarang ini dominan terjadi di sekitar kawasan yang hampir sama,” ujar dia.

Menurut Sebastian Hutabarat selaku aktivis lingkungan hidup asal Balige, masalah kebakaran hutan yang selama ini melanda sebagian dataran tinggi di Danau Toba masih belum seberapa dampak buruknya jika dibandingkan ratusan ribu hektare hutan di beberapa kabupaten di sekitar danau itu yang sudah berubah fungsi menjadi hutan tanaman industri, yakni eukaliptus.

“Penghancuran hutan yang tadinya hutan alam menjadi tanaman eukaliptus berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan air minum dan irigasi untuk persawahan. Kesulitan air menyebabkan sawah berubah fungsi,” kata dia.

Ironisnya, lanjut Sebastian, pemerintah di tingkat pusat maupun daerah sejak puluhan tahun lalu hingga saat ini belum ada tanda-tanda untuk mengembalikan hutan tanaman industri yang dikelola oleh perusahaan swasta tersebut kembali menjadi hutan alam.

Sanitasi
Sementara itu, Guru Besar UI Prof. Dr Haula Rosdiana menekankan hal yang tidak kalah penting dalam konteks pengelolaan ekosistem Danau Toba adalah soal kesehatan dan sanitasi.

Menurutnya, Danau Toba adalah objek wisata yang berhubungan dengan air, sehingga kebersihannya harus sangat diperhatikan, termasuk sanitasi.

“Kondisi air dan sanitasi yang buruk dapat menjadi faktor penyebab tingginya angka stunting terhadap anak di Indonesia,” tambahnya.

Untuk mendukung Danau Toba sebagai destinasi pariwasata super prioritas, katanya, di kawasan tersebut perlu segera direalisasikan pembangunan jaringan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) agar limbah cair domestik dari rumah tangga dan perhotelan tidak lagi mencemari danau terbesar di Indonesia itu.

Dikatakan Haula, air bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia untuk memenuhi standar kehidupan secara sehat.

Masyarakat yang tercukupi kebutuhan air bersih, ujar dia, akan terhindar dari penyakit yang menyebar lewat air dan memiliki hidup yang berkualitas.

Oleh karena itu, kata dia, mutlak dibutuhkan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air minum sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat di wilayah tersebut. D|Red-04