Mutsyuhito Solin Terima Penghargaan Pendidikan Indonesia 2022

Mutsyuhito Solin Terima Penghargaan Anugerah Pendidikan Indonesia 2022
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Dana Hidayatullah menyerahkan Anugerah Pendidikan Indonesia Ikatan Guru Indonesia 2022 (API IGI 2022) kepada Wakil Bupati Pakpak Bharat Mutsyuhito Solin (kedua kanan), di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, pada 15 September lalu. Foto: Ist

Medan-Mediadelegasi: Wakil Bupati (Wabup) Pakpak Bharat Mutsyuhito Solin terima penghargaan Anugerah Pendidikan Indonesia (API) dari Ikatan Guru Indonesia (IGI) tahun 2022.

Mutsyuhito menjadi satu-satunya kepala daerah dari Sumatera Utara (Sumut) penerima penghargaan API IGI tahun 2022 yang diserahkan dalam perhelatan Global Educational Supllies dan Solutions atau GESS Asia di Jakarta Convention Center (JCC), pada 15 September lalu.

GESS Asia adalah pameran khusus sektor pendidikan yang menjadi ajang bagi para penyedia produk dan jasa serta teknologi bagi dunia pendidikan.

Bacaan Lainnya

Ketua IGI Wilayah Sumut Dewi Sri Indriati Kusuma di Medan, Minggu (18/9), mengatakan, penghargaan IGI tersebut diberikan kepada Mutsyuhito karena dinilai telah berperan nyata mendorong para guru untuk melaksanakan proses pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi COVID-19 melanda Kabupaten Pakpak Bharat.

“Kami mengusulkan Bapak Mutsyuhito Solin karena komitmen nyata beliau untuk mendukung guru menyelenggarakan pembelajaran di masa pandemi COVID-19,” ujarnya.

Diakuinya, COVID-19 telah memberikan tantangan berat kepada guru karena selama masa pandemi virus tersebut seluruh sekolah ditutup, tetapi guru dituntut mampu menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara efektif.

Sebab, lanjut Dewi, kegagalan dalam menjalankan PJJ berdampak kepada hilangnya kemampuan belajar siswa (learning loss).

Menyikapi situasi itu, para guru perlu dilatih dan didampingi agar mampu menghadapi situasi darurat ini.

“Selama masa pandemi, Pak Mutsyuhito dan IGI bekerja sama melatih guru-guru Pakpak Bharat untuk menyusun materi dan menjalankan strategi PJJ, baik secara daring dan tatap muka,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua IGI Kabupaten Pakpak Bharat, Nurlaila Solin mengatakan, tantangan PJJ di Pakpak Bharat jauh lebih kompleks dibandingkan daerah lain di Sumut.

Hal itu disebabkan kondisi alam Pakpak Barat yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dan masih memiliki masalah keterbatasan infrastruktur, seperti belum semua perkampungan di wilayah itu terjangkau listrik dan jaringan internet.

Kondisi tersebut, lanjut Nurlaila, membuat hanya 25 hingga 30 persen pelajar Pakpak Bharat yang bisa mengikuti PJJ secara daring.

Sedangkan, sisanya harus belajar di luar jaringan (luring), sehingga mengharuskan para guru mendatangi rumah orang tua siswa satu persatu agar anak-anak ini bisa ikut belajar.
“Situasi seperti ini sebelumnya tidak pernah dihadapi guru-guru di Pakpak Bharat, sehingga wajar sekali kalau mereka kebingungan di awal-awal pandemi. Disinilah pentingnya pelatihan dan pendampingan diberikan kepada guru,” ucapnya.

Namun, kata dia, melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan, para guru di daerah itu akhirnya mampu menjalankan PJJ sesuai kondisi Pakpak Bharat.

Guru dan siswa
Mutsyuhito saat dihubungi secara terpisah, mengatakan bahwa keberhasilan belajar siswa dalam pendidikan sangat dipengaruhi oleh guru dan siswa itu sendiri.

Ia menyebut peran dan kualitas guru berkontribusi sebesar 30 persen kepada prestasi belajar siswa, sedangkan 49 persen dari keberhasilan siswa dipengaruhi oleh karakter siswa itu sendiri.

“Sekolah, rumah, dan lingkungan hanya berkontribusi masing-masing 7 persen, artinya semakin baik mutu guru kita, maka akan semakin baik pula mutu lulusan pendidikan kita,” paparnya.

Menurut dia, kualitas guru akan terjaga jika diberikan pelatihan dan pendampingan secara terus menerus, terlebih pada masa pandemi COVID-19, dimana pembelajaran tidak bisa dilaksanakan secara konvensional maka guru harus dilatih menghadapi situasi baru ini.

“Guru jangan dibiarkan sendirian menghadapi masalah PJJ. Pemerintah daerah harus hadir untuk membantu guru mencari jalan keluar,” tuturnya.

Dikatakan Mutsyuhito, pelatihan guru membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, tetapi keterbatasan anggaran pemerintah daerah (pemda) tidak seharusnya membatasi jumlah dan durasi pelatihan kepada guru.

Ia menambahkan, tidak semua pelatihan guru harus diorganisir dan ditanggung sepenuhnya oleh pemda, karena diyakini pemda bisa berkolaborasi dengan organisasi profesi guru, organisasi mitra pembangunan, dan swasta dalam menyelenggarakan pelatihan yang dibutuhkan.

“Pemda tinggal menjadi jembatan agar organisasi-organisasi ini bisa bekerja sama dengan guru-guru kita di daerah. Hal ini yang kami lakukan di Pakpak Bharat. Kami bekerja sama dengan IGI untuk membantu guru menjalankan PJJ,” ucap Mutsyuhito.

Kolaborasi untuk pelatihan guru, lanjutnya, tidak hanya dibutuhkan di masa awal-awal pandemi saja, melainkan juga pada saat angka penyebaran COVID-19 mulai melandai.

“Kolaborasi harus dilakukan agar angka learning loss tidak semakin besar dan membawa dampak ekonomi serta sosial di masa depan,” paparnya. D|Red-00