Menelisik Asal-muasal Pinus dan Maraknya Penyadapan “Illegal” di Samosir

Samosir-Mediadelegasi: Getah Pinus yang merupakan komoditi hasil hutan yang kemanfaatannya terbilang besar untuk kebutuhan bahan baku industri farmasi, kosmetik hingga pelarut cat dalam industri teknik sipil. Kini jadi perburuan para pelaku usaha.         

Tak terlepas, pemerintah pun membidik peluang lewat penerimaan retribusi dari hasil pohon hutan itu, tentulah dengan mengatur berbagai regulasinya mulai dari tingkat Undang-undang Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Kementerian (Permen) hingga Peraturan Daerah (Perda).

Sisi lainnya, peluang sensinya harga komoditi getah pinus itu memunculkan pelaku-pelaku perambahan hutan dengan menyadap pohon pinus secara illegal. Kasusnya pun telah banyak bergulir di institusi penegak hukum hingga ranah pengadilan.

Bacaan Lainnya

Di Sumatera Utara sendiri, persoalan dugaan penyadapan pinus illegal tersebut kini lagi singgah di jajaran Polres Samosir. Bahkan sejak tahun 2018 silam kasusnya sudah mendapatkan penanganan hingga mengambil tindakan penggrebekan dan penangkapan, namun sayangnya hingga kini tak jelas juntrungnya.

Persoalan itu pun, membuat warga gerah hingga berinisiatif melakukan penggrebekan, pada Senin (15/02), di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, kemarin. Tak pelak, tindakan warga itupun terbilang mendapatkan perlawanan dari komplotan penyadap.

Video: SAMOSIR GEGER….!!! KOMPLOTAN PENYADAP PINUS “ILEGAL” DIGREBEK WARGA

Adu mulut dan nyaris saling melayangkan kepalan antar komplotan penyadap pinus diduga illegal dan warga pun tak terelakkan. Tak cuma itu, juga kedapatan kalau komplotan penyadap pinus tersebut membawa-bawa emblem atau simbol polisi dalam aksinya menyadap komiditi hasil hutan itu.

Tak pelak, pria yang memakai topi polisi dan belakangan diketahui bernama Juanda Silalahi pun harus berurusan ke penegak hukum. Meski Juanda diinterogasi, karena menggunakan emblem institusi polisi, sedangkan persoalan penyadapan pinus diduga illegal tersebut pihak polres masih juga dalam tahap Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket).

Sebagaimana kejelasan, Kasubag Humas, Iptu M Silalahi, karena masing-masing ada yang mengklaim kawasan penyadapan Pinus. “Makanya kami akan memanggil semua pihak terkait salah satunya dari Dinas Kehutanan,” ungkapnya.

Padahal, terhadap tegaknya hukum untuk kasus serupa terbilang sudah menjadi penantian warga Samosir, sejak 3 tahun silam. Penantian tindakan tegas dari institusi penegak hukum itupun ditandai dengan telah diadukannya persoalan serupa oleh warga ke kepolisian, sebagaimana diungkap Jontara Turnip.

Menurut Jontara Turnip, salahsatu pengadu penyadapan pinus diduga illegal di Desa Marlumba Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir sudah terbilang meresahkan dan merusak keasrian, khususnya tehadap pemandangan di sekeliling daerah wisata prioritas Danau Toba ini.  

Menariknya pun, pria yang menjadi pelaku penghijauan kayu pinus pada 40 tahun silam itu terbilang intens dan terus mengikuti kasus pengaduannya di jajaran Polres Samosir.

“Saya miris melihat penyadapan Pinus diduga illegal, khususnya di Desa Marlumba, kini pohon itu mengalami kekeringan dan dominan sudah mati. Karena alasan itulah, saya pun telah mengadukan beberapa kelompok Penyadap Pinus Illegal itu di Polsek Simanindo,” ungkapnya.  

Pada tahun 2018 dan 2019, jelas Jontara Turnip, pihak Polsek Simanindo telah melakukan langkah hukum. “Pada saat itu, personil kepolisian bersama warga menangkap penyadap Pinus Illegal, namun para penyadap itu hanya di tahan 1 malam saja,” kesalnya.

Jontara Turnip menambahkan, inisiatif untuk menjaga kelestarian dari perambah-perambah atau pengerusakan hutan, khususnya penyadap Pinus diduga illegal, didasari panggilan hati.

 “Apalagi saya pada tahun 1979-1980, langsung yang melakukan penanaman pinus tersebut, lewat program penghijauan Kementerian Kehutanan, sehingga sangat kesal bila pohon pinus itu dirusak oleh tangan-tangan yang tak bertanggungjawab,” ulasnya.     

Dan untuk menjalankan program penghijauan itu, realistisnya adalah untuk mendapatkan bantuan pohon pinus guna penghijauan di atas lahan yang kini terletak di Desa Marlumba, berbagai persyaratan telah dipenuhi. “Termasuk legalitas lahan,” tegasnya.

Secara administratif soal kemanfaatan kayu pinus tersebut, rinci Jontara Turnip, sangat jelas dan tegas pemegang izinnya itu adalah dirinya. “Saya mengantongi surat keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi daerah tingkat satu Sumatera Utara tahun 1999 tentang pemberian ijin dan pemanfaatan kayu pinus,” ungkapnya.

Artinya, pihak dinas kehutanan dan penegak hukum syogianya menelisik dan melakukan langkah hukum terhadap komplotan yang merusak hutan pinus itu. “Terlebih lagi saya sebagai pemegang izin pemanfaatan kayu, telah turutserta membantu mereka dengan membuat pengaduan,” tutupnya. D|tim.