Kinerja Bapenda Purwakarta Dipertanyakan

Kinerja Bapenda Purwakarta Dipertanyakan
Gedung kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Foto: Romulo

Purwakarta-Mediadelegasi: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Amarta Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat mempertanyakaan kinerja Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) setempat dalam menggenjot penerimaan asli daerah (PAD) dari sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

“Potensi kehilangan sumber PAD Pemerintah Kabupaten Purwakarta dari BPHTB diperkirakan cukup besar,” kata Ketua LSM Amarta Purwakarta, Tarman Sonjaya kepada pers di Purwakarta, Kamis (22/9).

Asumsi tersebut, menurut dia, jika penetapan nilai penetapan BPHTB mengacu kepada nilai jual objek pajak (NJOP) dan bukan didasarkan atas harga pasaran objek pajak.

Bacaan Lainnya

Dikatakannya, penetapan NJOP yang tidak didasarkan atas harga pasaran objek pajak dipastikan akan terjadi selisih penerimaan jumlahnya sangat signifikan, sehingga membuat Pemkab Purwakarta kehilangan potensi PAD yang sangat besar.

Pemkab Purwakarta, lanjut dia, sesungguhnya bisa meminimalisir kehilangan potensi PAD yang sangat besar dari sektor BPHTB apabila Bapenda setempat bekerja lebih maksimal serta dibarengi dengan kegiatan pengawasan yang benar-benar efektif terhadap pejabat terkait di lingkungan organisasi perangkat daerah tersebut.

“Ada beberapa kemungkinan yang disinyalir menjadi faktor penyebab pemungutan pajak daerah dari BPHTB itu minim.

Bisa saja, selama ini Bapenda kurang maksimal turun ke lapangan melakukan pengecekan ke setiap objek pajak,” kata Tarman.

Bahkan sebaliknya, kata dia, tidak tertutup kemungkinan terjadi konspirasi antarpara pihak, karena itu pihak Bapenda harus bekerja ekstra maksimal sehingga tidak kecolongan,” ucapnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bapenda Purwakarta, Asep Supriatna saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan bahwa permohonan penetapan BPHTB berdasarkan harga pasaran objek pajak selama ini sangat minim, lebih dominan hanya berdasarkan nilai objek pajak dan bangunan.

Untuk menyikapi permasalahan tersebut, pihaknya telah memberlakukan pengajuan permohonan penetapan nilai BPHTB secara online.

“Sebelum billing diterbitkan, petugas Bapenda terlebih dahulu melakukan verifikasi harga pasaran objek pajak,” ujarnya.

Selain itu, Bapenda Purwakarta telah menjalin kerja sama dengan bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat untuk mencari solusi jika terjadi kebuntuan negoisasi penetapan nilai BPHTB antara NJOP dengan harga pasaran.

“Kita akan kerja sama dengan pihak Datun Kejaksaan, apabila tidak ada kesepakatan penetapan nilai pembayaran BPHTB berdasarkan NJOP atau harga pasaran objek pajak,” kata Asep.

Diakuinya, selisih antara NJOP dengan harga pasaran itu tinggi, sehingga potensi kehilangan pendapatan BPHTB juga besar.

Ia juga menyebutkan berbagai terobosan sudah dilakukan untuk menggenjot realisasi PAD dari sektor BPHTB agar lebih optimal.

“Salah satunya melalui sistem BPHTB online dan verifikasi objek pajak. Rata-rata transaksi pembayaran BPHTB itu sekitar 20 permohonan setiap bulan, baik melalui Notaris maupun PPAT. Personil petugas verifikasi memadai,” tuturnya. D|JBr-75