Corona, Narkoba dan Nyawa Wartawan

Corona dan Narkoba. Ist

Perwajahan muram Sumatera Utara terhadap dunia pers, sepertinya menjadi salahsatu persoalan dan pembahasan yang menonjol akhir pekan ini, di tengah-tengah masyarakat. Bahkan tak kalah heboh bin viralnya dengan Wabah Corona Virus Deseas Nineteen (Covid-19) yang  merupakan bencana non alam secara nasional itu.   

Jika, hebonya Corona di Kepulauan Jawa yang statusnya meningkat ke level 3 dan 4, hingga pemerintah mengambil kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang imbasnya pun akan menutup rumah ibadah. Di Sumatera Utara soal kekerasan terhadap pers soroti narkoba, tak kalah heboh.

Bahkan, Sumut sebagai Pelopor Pers Indonesia yang dalam sejarahnya banyak menorehkan sejarah gemilang mulai dari masa penjajahan Belanda, hingga salahsatu tokoh persnya adalah Parada Harahap mendapatkan julukan “Raja Delik Pers”. Namun kini, Pers di Sumut memprihatinkan.

Bacaan Lainnya

Penembakan wartawan yang juga Pemimpin Redaksi (Pemred) salahsatu media siber atau online di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumutyang menghilangkan nyawa, sepertinya belum cukup menjadikan wajah muram peristiwa kekerasan pers. Masih harus disusul dengan peristiwa-peristiwa teror lainnya, seperti di Kota Medan dan Binjai.

Mirisnya lagi, menguap kekerasan Pers di Binjai diwarnai dengan dugaan pembakaran rumah, padahal kejadian penembakan Pemred Siber di Kabupaten Simalungun terbilang belum kering dari ingatan, bahkan masih hangat menjadi ‘kutap-kutip’ atau pembahasan masyarakat.

Dan sayangnya pun, kekerasan terhadap pers itu sisi lainnya menyisakan kegelisahan. Yaitu, Persoalan Narkoba yang melatari kekerasan pers tersebut seperti hilang dan tak terhiraukan para pemangku kebijakan, baik di Sumut maupun Pemerinta Pusat.

Artinya, Narkoba yang kerusakannya sangat nyata dan hingga kini peredarannya sudah sangat memprihatinkan, namun penanganan penyalahgunaan zat adikitif yang merusak masyarakat dan generasi penerus bangsa itu belum se-serius penanganan corona.

Kalau, Corona ditangani begitu gencar dan serius oleh pemerintah hingga garapan atau tindakannya nyaris beresiko ‘menyentuh’ amanah konstitusi dan idiologi negeri ini, yakni dengan rencana penutupan rumah ibadah yang pelaksanaannya dijamin UUD 1945 dan nila-nilai Pancasila itu. Namun tidak untuk penanganan narkoba.

Padahal, penanganan Narkoba jika serius dilakukan pemerintah, garapan atau tindakannya tak harus bersentuhan dengan nilai-nilai amanah konstitusi dan idiologi yang dibangun dengan tetesan darah para pejuang, pendiri negeri ini.

Pemerintah cukup menggerakan aparatur penegak hukum bersama masyarakat, maka peredaran narkoba diyakini akan bisa diberangus. Terlebih lagi, narkoba itu merupakan barang haram dan terlarang dalam ajaran agama yang dipeluk seluruh masyarakat Indonesia.

Tentulah harapannya, dua persoalan yang menguap bersamaan itu bisa menjadi hikmah bin petunjuk bagi pemerintah dan pemangku kebijakan. Jika tangani Corona dibentuk institusi hingga ke tingkat desa dengan Satgas Covid, besara harapan penanganan narkoba juga dilakukan seperti halnya penanganan Corona.

Apalagi pers, sebagai corongnya masyarakat dan pemerintahan, telah melangkahkan kakinya ke depan membantu pemberangusan peredaran narkoba. Hingga harus beresiko  korbannya nyawa dan darah serta air mata.***